“Wah, sudah hampir makan siang yaa..”, mataku tertuju pada angka “11.45” pada layar jam digital yang bertengger di pojok meja kerjaku. Pikiranku pun teralihkan dari rasa suntuk pekerjaan. “Pantesan aja perut sudah bergemuruh nih. Lunch dulu aaah”. Aku pun mematikan komputer dan lampu kamar kerja, mengunci pintu dan keluar dari kantor HROD. Eh, di teras kantor ada Pak Budi, Superintenden HROD. “Mau kemana Dit?” beliau bertanya sambil menghembuskan asap rokok dari mulutnya. “Ke kota pak, mau makan siang”. “mau nebeng pakai mobilku?” Beliau menawarkan. “Terima kasih pak, aku mau jalan kaki aja, sudah biasa kok”. Aku menolak dengan sopan. “Mendung lho Dit, bentar lagi kayaknya hujan deh..” Ups, iya ya.. aku melihat sekilas langit yang agak kelabu karena ditutup awan-awan. “Gak apalah pak, kalau hujan paling juga basah.” santai banget jawabanku, tidak biasanya. Kali ini kok pasrah. Dengan tanpa menunggu tanggapakan Pak Budi yang bengong mendengar jawabanku, aku pun mulai melangkah kaki menuju jalan setapak ke luar halaman kantor HROD, ke arah bangunan Akademi Teknik Sorowako (ATS), tepat di samping bangunan HROD.
Baru saja aku berhasil membebaskan diri dari kepungan banyak motor yang parkir di tempat parkiran ATS, pikiranku kembali kepada masalah pekerjaan yang tadi sempat terlupa. Beberapa saat aku berpikir-pikir mencari solusi; kalau begini gimana, kalau begitu gimana. Uh, kok jadi macet lagi. “Bodo ah.“ Aku pun mengusir gambar-gambar awut-awutan yang ada di kepala, dan mulai membuka mata melihat pemandangan di sekitar seraya kakiku semakin cepat melangkah, memasuki jalan setapak di antara tanaman dan rumput liar. Pikiranku kembali tenang. Dengan santai aku menatap pemandangan hijau di depan mata. Tentram banget. Kalo di Jakarta, jarang-jarang ada pemandangan yang masih alami seperti ini. Suara-suara serangga seolah mengiringi lenggangan kaki. Tak berapa lama, ada beberapa burung maleo lewat di atas kepala. Senang sekali mereka berterbangan bebas begitu.
Tiba-tiba, awan-awan di langit berbaik hati memberi kesempatan buat matahari memancarkan kehangatannya ke bumi. Hangatnya terpaan matahari di wajah disusul dengan rasa sejuk yang membelai. Hmmm.. ini pasti angin dari arah danau Matano. Aku berhenti sebentar dan mengarahkan pandanganku ke ke danau di kejauhan, di balik toko-toko kota Sorowako dan bangunan Hotel Transisco. Pemandangan yang luar biasa. Karena mendung, airnya berwarna agak kelabu. Lalu pegunungan di ujung danau Matano yang biasanya kelihatan jelas, sekarang agak menghilang karena ditutup awan-awan rendah. Syahdu banget. Kalau lagi musim panas, pemandangannya berbeda. Air danau akan berwarna kebiruan, ada pantulan-pantulan sinar matahari, seperti kristal. Pengunungannya agak kehijauan karena hutan-hutan, sementara langit yang menjadi latar belakangnya berwarna biru cerah, dengan sedikit awan-awan putih bersih. Kalau sudah gitu, aku jadi berpikir, gimana aku melukisnya ya? Yah, seberapa maestronya aku melukis, sepertinya gak bakalan bisa mengalahkan keindahan aslinya deh, hehehe…
Perjalanan kecil ini pun kulanjutkan. Sekarang aku sudah mendekati jembatan besi yang menghubungkan jalan setapak yang sedang aku lewati dengan lapangan bola camp site. Aku mendengar pekikan ceria anak-anak. Saat aku di atas jembatan, aku melongokan kepala ke bawah, mencari asal suara-suara tadi. Eh, ada beberapa anak SD yang baru pulang sekolah pada mandi-mandi di sungai lho. Air sungainya agak kecoklatan. Tapi kelihatan banget mereka tidak perduli. Lagian, ngapain juga memikirkan warna air sungai kalau kita bisa bermain-main ceria dengan teman-teman, saling siram-siraman kayak gitu. Mereka memang sedang menikmati masa-masa kecil mereka, masa bermain gitu. Asyik deh.
Kembali aku berjalan di jembatan besi. Eit, di ujung jembatan ada seekor sapi sedang memamah biak, berdiri agak menutupi jalan keluar jembatan. Wuih, gede juga sapinya. Apalagi tanduknya itu, kelihatan tajam. Ciut juga nih. Tapi, biar gimana pun aku ya harus melewati sapi itu. Aku berani-beranikanlah. Dengan sok cuek aku jalan mendekati sang sapi. Kayaknya dia ngerti deh. Matanya yang bulat besar dan lucu itu menatapku penuh perhatian. Mulutnya gak berhenti mengunyah rumput, ada beberapa daun rumput yang jatuh. Lho, tanganku ini kenapa, kok nekat bergerak ke arah kepala itu sapi… Secara otomatis aku menepuk-nepuk kepala sapi itu. Membelai-belai dikit. Lho, lho, kayaknya si sapi keenakan tuh kepalanya ditepuk dan dibelai lembut gitu. Matanya merem-melek, hehehe.. Ya udah, aku cabut aja, jalan agak cepat menjauhi si sapi sambil cengar-cengir. Aku melewati si pemilik sapi yang duduk di bawah pohon gak jauh dari situ. Terheran-heran dia melihat aku berjalan tapi senyum-senyum sendiri, hahaha.. Gak tahu apa dia, aku barusan menaklukan sapinya? Dengan penuh kemenangan aku pun meloncat-loncat kecil menghindari beberapa daerah becek di lapangan bola Camp Site itu.
Nah, aku sudah mau keluar lapangan bola Camp Site. Sekarang ada 3 pilihan. Belok kiri, ke rumah makan ikan bakar Transport; lurus dan menyebrang jalan ke rumah makan Jawa Timuran, atau belok kanan, ke pasar Magani? Tiba-tiba di mataku muncul image ayam goreng lengkap dengan lalapnya. Wah, berarti ke rumah makan Jawa Timuran nih. Tapi, bukankah biasanya mereka menggoreng ayamnya pakai minyak goreng yang sudah beberapa kali digunakan? Ah, gak usah berpikiran jeleklah, lagian perutku sudah berbunyi lagi nih. Ya udah, aku pun bergerak ke rumah makan tersebut, masuk, dan duduk manis. Pelayannya datang. “Mbak, ayam goreng satu ya, minumnya es jeruk deh”. Aku kembali bersender di bangku.
Aku baru sadar, karena berjalan kaki aku jadi agak berkeringat. Huh, gerah juga. Keringat di kening kembali menetes. Tapi ini tandanya aku kan sehat ya. Metabolisme tubuhku sedang bekerja dengan baik kan? Keringat mengeluarkan kotoran-kotoran dari dalam tubuh, detoksifikasi alami, hasil pembakaran lemak. Hmmm.. setelah jalan kaki tadi, aku merasa lebih segar, fresh, dan semangat. Gak suntuk lagi. Aku kembali ingat dengan problem pekerjaan yang belum ada solusinya tadi. Bagaikan kotak schedule reminder yang muncul di tengah layar komputerku, “tung..!”. kok ya tiba-tiba sekarang solusinya muncul di kepala ya? Eh, eh, gambar-gambar yang berantakan di dalam kepala tadi seperti mulai menyusun diri menjadi suatu jawaban yang jelas akan masalah pekerjaanku tadi pagi ya? Wuih, aku jadi semangat gini deh. Ternyata, dengan berjalan kaki aku malah bisa menemukan jawaban dari problem pekerjaan yang dari tadi nyangkut.
Aku jadi ingat pelajaran biokimia saat kuliah dulu, tentang hormon-hormon. Ada yang namanya hormon adrenalin, yang meningkatkan mood kita. Terus ada hormon endorfin, yang membangkitkan rasa tentram, sense of well-being. Kayaknya, kedua hormon itu bekerja lebih banyak ketika aku tadi jalan kaki sambil menikmati pemandangan tadi. Ternyata, berjalan kaki bukan hanya membakar lemak, tapi juga menyehatkan mental dan pikiran. Pikiranku jadi terang dan rileks. Kalau pikiran terang dan rileks aku pun menemukan jawaban problem pekerjaan. Effortlessly, begitu aja. Belum juga selesai rasa kagumku akan efek dari jalan kaki, datanglah si ayam goreng yang tadi aku pesan. Lho ? Kok ayam gorengnya berwarna terang dan bersih, gak seperti digoreng dengan minyak bekas? Persis dengan aku bayangkan tadi. “Mbak, ayamnya digoreng pakai minyak baru ya?” Si embaknya menjawab, “iya pak, pakai minyak yang baru saya buka, barusan aja..”. Alhamdulillah deh, aku bisa makan siang yang lebih sehat. Ternyata law of attraction baru saja bekerja. Bekerja saat hati dan pikiran lagi terang, rileks, dan nyaman. Jadi tambah lahap nih makan ayam gorengnya. Efek positif dari berjalan kaki sudah tidak aku anggap remeh lagi. Olah raga yang murah dan berpengaruh besar.
Thursday, September 6, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment